Depresi Pasca Melahirkan: Realita yang Masih Dianggap Tabu

Menjadi ibu adalah momen yang sangat dinantikan dan membahagiakan bagi banyak perempuan.

Namun di balik euforia menyambut buah hati, ada sisi kelam yang jarang dibicarakan: depresi pasca melahirkan atau postpartum depression (PPD). Sayangnya, kondisi ini masih sering disalahpahami dan bahkan dianggap tabu dalam masyarakat kita.

Berbeda dengan “baby blues” yang berlangsung beberapa hari hingga dua minggu, depresi pasca melahirkan dapat berlangsung lebih lama dan jauh lebih intens. Gejala umumnya meliputi kesedihan mendalam, kelelahan ekstrem, gangguan tidur atau makan, rasa bersalah berlebihan, kecemasan parah, hingga pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau bayinya.

Depresi pasca melahirkan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik biologis, psikologis, maupun sosial.

Perubahan hormon yang drastis setelah melahirkan dapat mempengaruhi suasana hati ibu.

Selain itu, faktor stres, kurang tidur, dan kurangnya dukungan sosial juga dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi ini.

Baca Juga:

 

Menurut data dari WHO, sekitar 10–15% ibu baru di seluruh dunia mengalami PPD, meskipun jumlah sebenarnya kemungkinan lebih tinggi karena banyak kasus tidak terlaporkan akibat stigma.

Di Indonesia sendiri, stigma menjadi salah satu faktor utama yang membuat banyak perempuan enggan mencari bantuan.

Perempuan sering kali dituntut untuk selalu kuat, penyayang, dan bahagia setelah melahirkan sehingga merasa bersalah jika merasakan hal sebaliknya.

Padahal, PPD bukanlah tanda kelemahan, melainkan kondisi medis yang perlu penanganan profesional.

Dukungan dari pasangan, keluarga, serta tenaga medis sangat penting. Terapi psikologis, konseling, bahkan pengobatan jika diperlukan dapat membantu proses pemulihan ibu secara signifikan.

Depresi pasca melahirkan bukan hal yang memalukan. Semakin banyak perempuan yang berani bersuara, semakin besar pula peluang untuk membangun sistem dukungan yang manusiawi dan menyeluruh bagi ibu di masa-masa paling rentan dalam hidup mereka.

Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami gejala-gejala di atas, disarankan untuk segera berkonsultasi dengan tenaga medis atau psikolog untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Kesehatan mental ibu sama pentingnya dengan kesehatan fisiknya.