Hi GWID! Lebih dari lima dekade, cita rasa Nusantara terus menari di lidah generasi demi generasi. Menginjak usia ke‑51 di Juli 2025, perjalanan panjang grup restoran legendaris, Sarirasa Group, membuktikan bahwa kuliner tradisional Indonesia mampu berevolusi—dari sekadar hidangan pinggir jalan menjadi sajian modern yang ramah muda, estetis, dan relevan di panggung global. Lewat inovasi, dedikasi, dan semangat budaya, mereka menunjukkan bahwa makanan bukan hanya soal rasa, melainkan cerita—identitas—dan kebanggaan bangsa.
Cerita Awal: Rindu Turun Menjadi Sajian
Awalnya, pendirinya rindu masa kecil—masakan Jawa Tengah dan Bandung yang sulit ditemukan di Jakarta era 1970-an. Sekilas menelusuri kuliner kaki lima, tapi mereka ingin sesuatu lebih: ruang makan bersih, nyaman, namun tetap setia pada cita rasa otentik keluarga.
“Kami ingin menghadirkan ruang makan yang bersih dan menyenangkan, namun tetap setia pada rasa asli hidangan‑hidangan tradisional tersebut,” ujar Benny Hadisurjo, generasi kedua dan CEO Sarirasa Group.
Sejak itu, satu misi sederhana menggerakkan semuanya: membawa masakan lokal ke panggung yang lebih terhormat.
Brand‑brand Ikonik dan Cita Rasa Lokal
Perjalanan merangkai rasa ini diwujudkan dalam beberapa lini usaha:
-
Sate Ayam Ponorogo & Soto Betawi hadir di bawah brand yang kini punya puluhan outlet—menawarkan sajian klasik dalam suasana modern.
-
TeSaTe mengusung fine casual dining berkelas dengan menu Nusantara yang elegan.
-
TeKoTe memperkenalkan minuman tradisional dalam kemasan estetik yang kekinian.
-
Gopek House menyuguhkan nostalgia kuliner Peranakan Indonesia kelahiran rasa pasar tradisional.
-
Pantura, yang terbaru, menghidangkan makanan pesisir Utara Jawa seperti dari Cirebon dan Tegal dengan konsep warung modern self‑service, cepat tapi tetap hangat dan autentik.
Setiap brand mencerminkan satu sisi kekayaan rasa Indonesia yang disajikan secara kreatif dan muda.
Jejak Global: Indonesia Kini Mampu Dinikmati Dunia
Di usia 51 tahun, langkah besar dilakukan: ekspansi internasional ke Eropa! Tahun ini, gerai ke‑80 di Amsterdam resmi dibuka sebagai bagian dari brand Sate House Senayan di bawah naungan anak perusahaan Sarirasa Europe
“Sate House Senayan bukan sekadar restoran, tetapi juga perwakilan budaya. Kami ingin memperkenalkan lebih dari sekadar makanan, tetapi juga cerita, nilai dan identitas Indonesia,” ujar Stephan Tanaja, CEO Sarirasa Internasional.
Interior restoran di Amsterdam dilengkapi fasad kayu Jepara, batik tradisional, serta dekorasi kultural lain sebagai “rumah” kecil dari Nusantara yang ramah dan emosional bagi diaspora maupun pecinta kuliner global.
Kuliner yang Berceritakan Budaya
Bagi mereka, makanan adalah medium kuat untuk menyampaikan identitas dan sejarah bangsa.
“Kuliner adalah bagian dari identitas bangsa. Lewat makanan, kita bisa bercerita tentang nilai, sejarah, dan kebudayaan,” kata Benny Hadisurjo.
Nilai ini juga diwujudkan lewat dua unit baru yang diluncurkan sebelumnya—Sarirasa Origin dan Sarirasa Tanahmula—yang berfokus pada pelestarian budaya dan keberlanjutan lingkungan.
Menuju Usia 100: Lebih dari Ambisi, Ini Misi Bangsa
Bukan sekadar ulang tahun, usia ke‑51 menjadi momentum memperkuat visi panjang: menuju usia 100 tahun dengan menjaga dan mengangkat warisan rasa Nusantara ke panggung global.
Melalui kombinasi inovasi, nilai-nilai tradisi, dan pendekatan profesional, mereka mengajak generasi muda—terutama perempuan urban—untuk merasa bangga akan cita rasa lokal yang bisa go international sekaligus menyampaikan cerita dan identitas bangsa lewat satu suapan.
Kalau kamu perempuan muda urban yang senang kuliner, desain, dan cerita budaya—ini contoh nyata bagaimana tradisi bisa tampil segar, relevan, dan inspiratif. Dari warung nostalgic sampai gerai internasional—kisah ini membuktikan bahwa di balik setiap makanan otentik, ada cerita yang menunggu untuk diceritakan.
Leave a Reply