Hi GWID! Film horor lokal biasanya identik dengan suara genderuwo, pintu bergoyang, atau kuntilanak yang muncul tiba-tiba. Tapi The Dark House, film terbaru garapan sutradara Hans Wanaghi, mencoba menawarkan lebih dari sekadar efek kejut. Film ini membangun ketegangan perlahan, menyusup lewat detail, atmosfer, dan konflik batin para karakter utamanya—dengan sebuah permainan arwah sederhana yang memicu segala kekacauan: Charlie-Charlie.
Film ini diputar perdana dalam gala premiere yang digelar di Epicentrum XXI, Jakarta, pada 2 Juni 2025, dan akan resmi tayang serentak di bioskop seluruh Indonesia mulai 12 Juni 2025.
Kisah yang Dalam: Antara Rahasia, Trauma, dan Ritual Mistik
The Dark House mengisahkan Arya (Ade Bilal Perdana) dan Dewi (Karina Ranau), pasangan suami istri yang tengah menjalani program kehamilan. Demi menenangkan pikiran dan mengisi waktu luang, mereka memutuskan berlibur ke sebuah rumah tua di kaki Gunung Slamet. Tapi seperti kisah horor klasik, rumah tersebut menyimpan masa lalu kelam yang berkaitan dengan tragedi keluarga dari tahun 1958—dan lebih dari itu, kisah tentang saudara kembar yang mengalami luka batin yang belum sembuh.
“Kami ingin membawa penonton ke dalam ruang yang sunyi, bukan hanya secara tempat, tapi juga dalam jiwa karakter. Ini bukan horor yang sibuk dengan visual menyeramkan, tapi justru tentang kekosongan dan keretakan emosi,” jelas Hans Wanaghi, sang sutradara, saat diwawancarai usai gala premiere.
Permainan Charlie-Charlie yang Membangunkan Teror
Cerita semakin intens ketika Arya dan Dewi secara iseng memainkan Charlie-Charlie—ritual pemanggilan arwah yang sempat viral secara global dan berasal dari tradisi urban Spanyol. Hanya bermodalkan dua pensil dan selembar kertas, mereka mencoba memanggil roh dengan pertanyaan “Yes or No.” Tapi yang awalnya terasa seperti permainan ringan di sore hari, berubah menjadi gerbang masuk energi tak terlihat yang mulai mengacaukan hidup mereka.
“Permainan itu kami angkat karena punya sisi mistik yang relatable bagi generasi sekarang,” ungkap Avi Christian, produser eksekutif dari Infinix One Pictures. “Dan ketika dilakukan dalam konteks pasangan yang sedang rapuh secara emosional, efeknya terasa lebih nyata dan menyeramkan.”

Trauma dan Kesehatan Mental Sebagai Akar Ketegangan
Tak seperti kebanyakan film horor yang fokus pada entitas supranatural, The Dark House menjadikan trauma masa lalu sebagai sumber utama teror. Tema seperti tekanan dalam hubungan suami-istri, kegagalan memiliki anak, hingga luka batin dari masa kecil dibingkai sebagai bagian dari elemen horor yang menekan batin karakter.
“Film ini lebih dari sekadar seram. Ia berbicara soal luka, tentang bagaimana kita berusaha menutupinya, tapi kemudian ia muncul kembali dalam bentuk yang lebih mengerikan,” kata Maria Angelina Sauyana, produser film ini dari Citrus Sinema. Ia menyebut bahwa kekuatan film ini ada pada intimasi emosional yang dihadirkan, yang menjadikan ketegangan terasa personal.
Pemain Baru, Emosi Baru
Salah satu kekuatan utama The Dark House adalah para pemainnya yang bukan berasal dari jajaran aktor ternama, tetapi dipilih lewat proses casting terbuka. Ini memberikan nuansa akting yang segar dan natural. Di antaranya:
-
Ade Bilal Perdana sebagai Arya
-
Karina Ranau sebagai Dewi
-
Theo Culver sebagai Ansel
-
Delia Alena sebagai Gaby
-
Roy Turaekhan sebagai Pak Kholid
“Karina sempat pingsan saat syuting adegan ritual. Waktu itu suasananya langsung hening total. Beberapa kru bahkan merasa merinding karena warga sekitar bilang sering melihat sosok perempuan berbaju hijau di sekitar rumah lokasi,” cerita Ade Bilal Perdana, mengingat momen mencekam selama produksi.
Lokasi Autentik yang Punya Nyawa Sendiri
Film ini mengambil lokasi syuting di Baturraden, Purwokerto, sebuah tempat yang memang dikenal punya banyak cerita mistis dari warga lokal. Lokasinya berada di kaki Gunung Slamet, jauh dari keramaian, dan dikelilingi hutan serta udara dingin alami.
“Baturraden punya suasana natural yang membantu membangun atmosfer horor dengan cara yang halus tapi menusuk,” kata Marcel Chandrawinata, produser eksekutif lainnya. Ia menyebut bahwa banyak adegan horor dalam film ini justru dibangun dari suara latar, keheningan, dan ekspresi aktor—bukan efek visual.
Horor yang Menyentuh Perasaan dan Pikiran
The Dark House bukan horor sembarangan. Ia tidak hanya ingin menakut-nakuti, tapi juga mengajak kita berpikir tentang luka-luka yang kita pendam dalam. Tentang bagaimana masa lalu bisa menghantui masa kini. Dan bagaimana sebuah rumah tua bisa memunculkan kembali semuanya—melalui permainan sederhana yang mungkin pernah kita anggap hanya iseng belaka.
Buat kamu yang suka horor dengan cerita yang emosional, atmosferik, dan mindful, film ini adalah sajian yang pas untuk ditonton di bioskop mulai 12 Juni 2025.
Leave a Reply